Minggu, 09 Agustus 2015
Rabu, 05 Agustus 2015
Selasa, 28 Juli 2015
Paska reformasi, Wayang Potehi semakin eksis pentas antarpanggung sebagai akulturasi persenyawaan Tionghoa dan Indonesia. Terbukti, dalam pangelaran teranyar di kawasan Kota Tua pekan lalu, atribut unik dan mencolok mata dari wayang ini mampu menyedot perhatian penikmat seni. |
Gelaran itu diprakarsai oleh komunitas pengiat wayang potehi. “Saya
memilih menekuni wayang potehi karena wayang ini termarginalkan” tegas
Hirwan Kuardhani (50), pegiat Wayang Potehi dari komunitas Senjoyo
Budoyo-Yogyakarta didukung oleh Yensen Project.
Kita ketahui bahwa di era 1970-1990an, keberlangsungan hidup Wayang
Potehi mengalami masa suram, tindakan refresif orde baru terlihat pada
sulitnya perizinan bahkan penolakan pertunjukan, para pelaku Wayang
Potehi dipaksa mati suri. Alasannya, karena wayang jenis ini identik
dengan masyarakat Tionghoa, atau wayang khas Cina. Akhirnya, sejak masa
kepemimpinan Abdurahman Wahid, wayang potehi mendapat kebebasan untuk
mementaskan secara lebih leluasa.
Seperti pada Kamis malam, 29 Mei 2014, perempuan yang akrab disapa
Dhani dan juga berprofesi sebagai dosen di ISI Yogyakarta ini
mementaskan pertunjukan wayang potehi berjuluk “Sang Angkara” pada
gelaran “Temu Kreasi Dalang Muda 2014” di lapangan Fatahillah-Kota Tua
Jakarta.
Panggung wayang potehi terlihat lain dibandingkan pagelaran wayang
kulit, golek dan wayang lainnya. Kesan meriah dan mencolok mata dengan
warna merah dan emas yang dinamis cukup menarik mata penonton. Di tengah
panggung terdapat ruang tempat tiga dalang (Doni, Bayu dan Haryanto)
beraksi memainkan wayang potehi. Ketiga dalang memasukan tangan ke dalam
kantong lalu dengan jemarinya memainkan gerakan tubuh wayang, sedangkan
wajah ke tiga dalang ditutup kain hitam agar tidak mengganggu visual
layar panggung.
Wayang Potehi masih selalu setia mengadopsi kisah-kisah yang diambil
dari negeri tirai bambu dengan kemasan Indonesia, salah satunya melalui
pertunjukan “Sang Angkara” yang diadopsi dari kisah siluman kelabang,
episode Sun Go Kong kera sakti yang disutradarai Hirwan Kuardhani.
Pertunjukan ini menurut Dhani memberikan esensi pesan bila alam sudah
membawa keharmonian sedemikian rupa, siluman kelabang yang sakti dan
tidak bisa dilawan oleh kera sakti akhirnya mati oleh siluman ayam
seperti takdir alam, oleh sebab itu kita harus percaya bisa segala
sesuatu akan selesai bila dikembalikan pada alam.
Seiring waktu dan perkembangan zaman, seni pertunjukan di Indonesia
termasuk wayang potehi selalu mengalami akulturasi dan penyesuaian
dengan budaya masyarakat. Seperti yang dilakukan Dhani, meski masih
memakai lakon Cina, tetapi penggunaan gamelan lebih modern dan
akulturasi bahasa dan gaya masyarakat Indonesia lebih kental dan
disinilah kesenian memiliki sisi fleksibilitasnya. Menurut Dhani, Wayang
Potehi adalah milik masyarakat Indonesia, masyarakat Tionghoa dan kita
bersama.
Sumber : akarpadinews.com
Posted on 01.12 by Unknown
Selasa, 14 Juli 2015
Dalam rangka menyambut kemerdekaan republik Indonesia Sanggar Gubug Wayang Yensen Project menggelar pesta rakyat.yang diadakan di spanjang jalan R.A Kartini Mojokerto.acara di selenggarakan pada tanggal 17 agustus 2015.dalam acara tersebut dimeriahkan oleh:
1. Pagelaran Wayang Potehi gagrag baru
2. Pagelaran Wayang golek
3. Pagelaran Wayang Kulit
4. Dongeng oleh Pak Raden (Seniman Pembuat boneka Unyil)
5. Musikalisasi Puisi
6. Genderang Perkusi Nusantara
ada juga makan bersama kurang lebih 30 buah tumpeng,,,mari kita meriahkan bersama pesta rakyat dalam rangka HUT kemerdekaan Republik Indonesia Ke 70.
NB : Waktu menyesuaikan.
Posted on 03.02 by Unknown
Wayang Kulit Cirebon adalah salah satu ragam wayang
kulit yang ada di wilayah
Nusantara, termasuk di dalamnya negara-negara Asia Tenggara. Di wilayah yang
terdiri dari banyak pulau dan beraneka ragam etnis, jenis gaya wayang kulit
begitu melimpah ditemui, misalnya di beraneka jenis wayang kulit di pulau Jawa,
wayang narta di Bali, wayang
sasak di Lombok, wayang Melayu di Terengganu,
Malaysia hingga wayang Nang Yai dan Nang Thalung di Thailand.
Pengaruh agama Hindu dan Budha dari India sangat kuat di kawasan nusantara, beragam
kisah berasal dari Hindu dan Budha pun lazim di pertunjukan sebagai bagian dari
cerita pergelaran wayang kulit, contohnya epik Ramayana dan Mahabarata.
Perkembangan wayang dari masa Hindu Budha ke masa
Islam di nusantara, terutama di wilayah pulau Jawa termasuk di wilayah Kesultanan
Cirebon, merupakan sebuah bentuk dari diplomasi dakwah yang dilakukan oleh para ulama-ulama dan pihak penguasa lokal
yang telah memeluk ajaran Islam. Sebut saja Sunan
Kalijaga yang berusaha keras
mendiplomasikan antara seni wayang berbau non-Islam dengan seni wayang yang
bernafaskan ajaran Islam. Berkat ajaran mereka, seni wayang kulit oleh sebagian
pihak dimaknai mengandung ajaran Islam dalam setiap aspeknya, meskipun masih
berkisah tentang epik-epik dari agama Hindu dan Budha. Para ulama-ulama
tersebut seolah memang telah siap untuk menjaga kesinambungan dengan masa lalu
dan menggunakan pemahaman dan unsur-unsur budaya pra-Islam ke dalam konteks
Islam.
Dalung damar wayang (lampu sorot pagelaran wayang) khas Cirebon |
Kesinambungan unsur-unsur non-Islam dengan unsur
agama Islam pun dapat dengan mudah ditemui pada pergelaran wayang kulit
Cirebon, seperti contohnya sosok wayang Buta
Liyong yang merupakan unsur
kebudayaan cina yang diserap dalam pagelaran Wayang kulit Cirebon dan pengenaan
jubah serta topi pada sosok wayang Drona yang merupakan pengaruh dari budaya Timur Tengah, namun jika memfokuskan
kepada jenis kesenian yang disebut sebagai wayang kulit Cirebon maka wayang
kulit Cirebon merupakan jenis kesenian wayang dengan wilayah inti penyebarannya
yang sangat terbatas, wilayah inti penyebaran wayang kulit cirebon hampir sama
dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon dan wilayah budaya orang Cirebon yakni dibatasi wilayah suku Betawi di barat, suku Sunda atau dalam bahasa Cirebon disebut Wang
Gunung di selatan dan suku Jawa atau dalam bahasa Cirebon disebut Wang Wetan di timur.
Menurut para budayawan cirebon, salah satunya adalah Ki Dalang Matthew atau lengkapnya Matthew Isaac Cohen, dalam
sebuah catatan kuno cirebon yang diperkirakan berasal dari tahun 1607, telah dideskripsikan sebuah
pagelaran wayang kulit cirebon dengan Suluk
Wujil yang menyerati pagelarannya, pegelaran itu mengangkat sebuah cerita
yang telah dikenal secara luas, yakni cerita Kresna
Duta, lakon ini dimainkan oleh Dalang Sari di mana di antara para
penontonnya ada Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang.Posted on 01.40 by Unknown
Senin, 13 Juli 2015
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon,
gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya /
alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan
bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan
terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk
ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih
dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah,
yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga
bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan
musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah
bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh
Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan
istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru
pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih
spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama
ditemukan di Candi Borobudur,Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak
abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai
ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan
elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut
dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu
proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, degung (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis, sama
seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar
negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari
Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari
daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik
tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama
dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar
musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi
tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari.
Namun saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pernikahan, syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Posted on 00.15 by Unknown
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua
sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya
khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di
bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di
antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat
serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang
memiliki kemiripan dengan keris adalah badik.
Senjata tikam lain asli Nusantara adalah kerambit.
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam
duel/peperangan, sekaligus
sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih
merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana,
memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari
segi estetikanya.
Penggunaan keris tersebar pada masyarakat penghuni
wilayah yang pernah terpengaruh oleh Majapahit, seperti Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Sumatera, pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi,Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan (Mindanao). Keris Mindanao
dikenal sebagai kalis.
Keris di setiap daerah memiliki kekhasan sendiri-sendiri dalam penampilan,
fungsi, teknik garapan, serta peristilahan.
Keris Indonesia telah terdaftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi
Manusia sejak 2005
Asal-usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15, meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan pada analisis figur di relief candi atau patung. Sementara itu, pengetahuan mengenai fungsi keris dapat dilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan penjelajah asing ke Nusantara
Posted on 00.05 by Unknown
Jumat, 10 Juli 2015
Bao dilahirkan dalam keluarga sarjana di Luzhou (sekarang Hefei, provinsi Anhui). Kehidupan awalnya banyak
memengaruhi kepribadiannya. Orang tuanya walaupun hidup pas-pasan, namun masih
sanggup menyekolahkannya dengan baik. Ketika sedang mengandungnya, ibunya
sering turun naik gunung untuk mengumpulkan kayu bakar. Di kampungnya dia
banyak berteman dengan rakyat jelata sehingga dia mengerti beban hidup dan
masalah mereka. Hal ini membuatnya membenci korupsi dan bertekad untuk menegakkan keadilan
dan kejujuran. Orang yang berpengaruh besar pada kehidupannya adalah Liu Yun,
seorang pejabat kehakiman di Luzhou, seorang pejabat yang ahli dalam puisi dan literatur serta adil dan membenci kejahatan. Dia
juga seorang yang menghargai intelektual dan bakat Bao. Di bawah pengaruh Liu,
Bao bertekad untuk memberikan kesetiaannya terhadap kerajaan dan cintanya pada
negara dan rakyat.
Pada usia 29 tahun, dia lulus ujian kerajaan tingkat
tertinggi dibawah pengujian langsung dari kaisar hingga menyandang gelar Jinshi. Sesuai hukum dan
peraturan saat itu yang mengatakan bahwa seorang sarjana Jinshi dapat ditunjuk
menempati posisi penting dalam pemerintahan, maka Bao diangkat sebagai pejabat
kehakiman mengepalai Kabupaten
Jianchang. Namun dia mengundurkan diri tak lama kemudian karena sebagai anak
berbakti dia memilih pulang kampung untuk merawat orang tuanya yang sudah tua
dan lemah selama sepuluh tahun. Baru setelah kematian orang tuanya, dia kembali
diangkat sebagai pejabat, kali ini sebagai pejabat kehakiman Provinsi Tianchang.
Ketika itu dia telah berumur 40 tahun.
Sebagai pejabat, Bao bekerja dengan adil, berani,
dan berpegang pada kebenaran. Kecerdasan dan bakatnya membuat banyak orang
kagum, termasuk Kaisar Song
Renzong yang mempromosikannya dan
memberikannya jabatan penting termasuk sebagai hakim di Bian (sekarang Kaifeng), ibukota Dinasti Song. Dia
terkenal karena pendiriannya yang tak kenal kompromi terhadap korupsi di antara
pejabat pemerintahan saat itu. Dia menegakkan keadilan bahkan menolak untuk
tunduk pada kekuasaan yang lebih tinggi darinya bila itu tidak benar termasuk
pada Guru Besar Liu Pang, ayah mertua kaisar yang merangkap guru besar yang
membimbing putra mahkota sehingga Liu Pang sangat menganggap Bao sebagai
musuhnya.
Sejarah mencatat bahwa selama kurang lebih 30 tahun
sejak dia memegang jabatan pertama kalinya, sebanyak lebih dari 30 orang
pejabat tinggi termasuk beberapa mentri telah dipecat atau diturunkan
pangkatnya olehnya atas tuduhan korupsi, kolusi, melalaikan tugas, dan
lain-lain. Dia sangat berpegang teguh pada pendiriannya dan tidak akan menyerah
selama dianggapnya sesuai kebenaran. Enam kali dia melaporkan pada kaisar dan
memintanya agar memecat pejabat tinggi, Zhang Yaozhuo, paman dari selir kelas
atas kerajaan, tujuh kali untuk memecat Wang Kui, pejabat tinggi lain yang
kepercayaan kaisar, bahkan dia pernah beberapa kali membujuk kaisar untuk
memecat perdana mentri Song Yang. Dalam kapasitasnya sebagai juru sensor kerajaan
dia selalu sukses meyakinkan kaisar tanpa membawa kesulitan bagi dirinya,
padahal dalam sejarah banyak juru sensor telah mengalami nasib yang buruk,
seperti misalnya Sima Qian,
sejarawan dan filsuf Dinasti Han yang dikebiri karena Kaisar Han Wudi tidak bisa menerima pendapatnya.
Dalam pemerintahan, teman dekatnya adalah paman
kaisar yaitu Zhao Defang yang lebih dikenal dengan nama pangeran ke delapan (Ba
Wang Ye). Di kalangan rakyat, Bao Zheng dikenal sebagai hakim yang adil dan
berani memutuskan segala sesuatu berdasarkan keadilan tanpa rasa takut, juga
mampu membedakan mana yang benar dan yang salah. Baginya siapapun termasuk
kerabat dekat kaisar sekalipun harus dihukum bila terbukti bersalah melakukan
pelanggaran. Bao meninggal tahun 1062 dan dimakamkan di makam keluarganya di
Hefei, di kota itu juga dibangun kuil untuk mengenangnya
Bao Zheng
banyak menghiasi karya literatur dalam sejarah Tiongkok, kisah hidupnya yang
melegenda sering ditampilkan dalam opera
dan drama, kebanyakan kisah-kisah
ini didramatisasi. Dalam opera biasanya dia digambarkan sebagai pria berjenggot
dengan wajah hitam dan tanda lahir berbentuk bulan sabit di dahinya (beberapa
versi menyebutkan tanda ini berasal dari luka ketika dia memberi hormat dengan
sangat keras pada ibunya untuk menunjukkan baktinya).
Disebutkan juga bahwa kaisar
menganugerahi Bao tiga gilotin (alat
penggal) dalam tugasnya sebagai hakim. Ketiga gilotin itu mempunyai dekorasi
yang berbeda dan digunakan untuk menghukum orang sesuai statusnya. Guilotine
kepala anjing untuk menghukum rakyat jelata, kepala macan untuk menghukum
pejabat korup, dan kepala naga untuk menghukum bangsawan jahat. Dia juga
dianugerahi tongkat emas kerajaan oleh kaisar sebelumnya untuk menghukum kaisar
sendiri bila bersalah dan pedang pusaka kerajaan sebagai tanda berhak untuk
menghukum siapapun termasuk anggota kerajaan tanpa melapor atau mendapat
persetujuan dulu dari kaisar. Dalam tugasnya dia dibantu oleh enam deputinya
yaitu polisi Zhan Zhao, sekretaris Gongsun Zhi, dan empat pengawal Wang Chao,
Ma Han, Zhang Long, dan Zhao Hu. Selain itu juga lima pendekar dari dunia
persilatan yang dijuluki lima pendekar tikus. Keduabelas orang ini disebut “tujuh
pendekar lima ksatria” (qi xia wu yi).
Beberapa kisah legendanya yang
terkenal adalah :
· mengisahkan
Bao Zheng mengeksekusi Chen Shimei, seorang sarjana yang meninggalkan anak
istrinya setelah lulus ujian kerajaan dan menikahi seorang wanita bangsawan,
Chen bahkan mencoba membunuh istrinya dengan mengirim pembunuh bayaran.
· mengisahkan
Bao membongkar konspirasi dalam
istana, dimana bayi putra mahkota ditukar dengan anak kucing ketika baru
dilahirkan. Dalam kasus ini Bao harus berhadapan dengan kasim yang menjadi
temannya pada awal kariernya, Guo Huai sehingga Bao harus memilih antara
perasaan pribadi sebagai teman dan kewajibannya menegakkan keadilan. Bao
menyamar sebagai dewa Yama, raja neraka untuk membongkar kejahatan Guo Huai.
Guo pun akhirnya mengakui segalanya karena dia mengira telah berada di neraka
Posted on 01.03 by Unknown
Kamis, 09 Juli 2015
Wayang Golek adalah
suatu seni tradisional sunda pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang
terutama sangat populer di wilayah Tanah
Pasundan, Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur
sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang
berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran Wayang Golek.
Pada awal kemunculannya, kesenian wayang kayu lahir
dan berkembang di wilayah pesisir utara pulau Jawa pada awal abad ke-17 dimana
kerajaan Islam tertua di Pulau
Jawa yaitu Kesultanan Demak tumbuh disana, dengan menggunakan Bahasa Jawa dalam dialognya. Menurut legenda yang
berkembang, Sunan Kudus menggunakan bentuk wayang golek awal
ini untuk menyebarkan Islam di masyarakat.
Kesenian wayang golek berbahasa Sunda yang saat ini
lebih dominan sendiri diperkirakan mulai berkembang di Jawa Barat pada masa
ekspansi Kesultanan Mataram pada abad ke-17, meskipun sebenarnya
beberapa pengaruh warisan budaya Hindu masih bertahan di beberapa tempat di
Jawa Barat sebagai bekas wilayah Kerajaan
Sunda Pajajaran. Pakem dan jalan
cerita wayang golek sesuai dengan versi wayang kulit Jawa, terutama kisah
wayang purwa (Ramayana dan Mahabharata), meskipun terdapat beberapa perbedaan,
misalmya dalam penamaan tokoh-tokoh punakawan yang dikenal dalam versi
Sundanya. Adapun kesenian wayang kayu berbahasa Jawa saat ini dapat dijumpai
bentuk kontemporernya sebagai Wayang
Menak di wilayah Kudus dan Wayang
Cepak di wilayah Cirebon, meski popularitasnya tidak
sebesar wayang golek purwa di wilayah Priangan.
Pertunjukan seni wayang golek mulai mendapatkan
bentuknya yang seperti sekarang sekitar abad ke-19. Saat itu kesenian wayang
golek merupakan seni pertunjukan teater rakyat yang dipagelarkan di desa atau
kota karesidenan. Selain berfungsi sebagai pelengkap upacara selamatan atau ruwatan,
pertunjukan seni wayang golek juga menjadi tontonan dan hiburan dalam
perhelatan tertentu.
Sejak 1920-an,
selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada
masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang
golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit
Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun1960-an.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni
pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun
material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat
misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka
khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan
wayang golek.
Kini selain sebagai bentuk teater seni pertunjukan
wayang, kerajinan wayang golek juga kerap dijadikan sebagai cindera mata oleh
para wisatawan. Tokoh wayang golek yang lazim dijadikan cindera mata benda
kerajinan adalah tokoh pasangan Rama dan Shinta,
tokoh wayang terkenal seperti Arjuna, Srikandi, dan Krishna, serta tokoh Punakawan seperti Semar dan Cepot.
Kerajinan wayang golek ini dijadikan sebagai dekorasi, hiasan atau benda
pajangan interior ruangan. Adapun di zaman modern ini Wayang golek purna kreasi sudah mulai di kembangkan oleh
para pengrajin wayang muda,yang tetap tidak menghilangkan pakem dari Wayang
golek purwa, di ataranya ada pengarajin Wayang Golek Evolution,Caraka Wayang
Indonesia (CWI) dan lain-lain.
Pada tahun 2015 perkembangan wayang golek sudah
semakin berkembang, salah satu pencetus perkembangan wayang golek di kota
kembang adalah Yayasan Citra
Dangiang Seni. Yayasan tersebut mempunyai fungsi sebagai lembaga pengembangan
dan pelestarian seni budaya tradisional khususnya yang berada di tradisi seni
sunda atau Jawa Barat. Yayasan
Citra Dangiang Seni ini
mengembangkan wayang golek sebagai media pembelajaran bagi anak-anak sekolah
guna meningkatkan pemahaman tentang seni budaya tradisional serta salah satu
bentuk untuk mengenali dan mencintai budaya sendiri. Wayang golek tersebut
mengalami metamorfosis mengikuti perkembangan zaman, pengembangan dari wayang
tersebut diberi nama oleh Yayasan
Citra Dangiang Seni tersebut
sebagai"Wayang Techno CDS".
Yayasan Citra Dangiang Seni ini akan melaunchingkan salah satu
produk unggulan mereka mengenai pengembangan dari seni budaya tradisional
tersebut. Produk unggulan tersebut adalah "Wayang Techno CDS". "Wayang
Techno CDS" ini akan dicoba di tampilkan di RRI Bandung tepatnya di Gedung
Auditorium "LOKANTARA BUDAYA" RRI Bandung yang beralamat di jl.
Dipenogoro No.61 Bandung, untuk di pertunjukan kepada siswa-siswi SMP se-Kota
Bandung untuk sesi perdana mereka sebagai model / media pembelajaran
penumbuhkembangan karakter melalui mata pelajaran seni budaya dan bahasa sunda
(mulok). Konser tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 25 Maret s/d 30
April 2015.
"Wayang Techno CDS" adalah sebuah seni
pertunjukan wayang golek kontemporer yang mengedepankan teknologi di dalam
pertunjukannya. Seni pertunjukan wayang golek techno ini adalah sebuah maha
karya yang inovatif dan atraktif dari sebuah pengembangan seni budaya
tradisional yang di kemas semenarik mungkin supaya dapat di terima oleh semua
lapisan masyarakat.
Pagelaran "Wayang Techno CDS" ini pertama
kali di pertunjukan di Kota Bandung untuk di konsumsi oleh siswa-siswi SMP
dengan tujuan untuk memperkenalkan pentingnya pendidikan seni budaya
tradisional yaitu dengan media wayang golek. "Wayang Techno CDS" ini
akan di pertunjukan oleh Ki
Dalang Asep Aceng Amung Sutarya sebagai
salah satu seniman binaan Yayasan
Citra Dangiang Seni yang
dipelopori oleh Cecep Dadi
Setiadi, S.Pd.
Dalam pertunjukan ,"Wayang Techno CDS"
pengembangan dari unsur wayang golek, dan di iringi musik sepanjang pertunjukan.Yang
membuat "Wayang Techno CDS" berbeda adalah pertunjukan dalam adegan
per adegan wayang tersebut menggunakan multimedia dari pengemasan layar latar
belakang dengan animasi latar tempat sesuai adegan, serta di imbangi oleh
lighting dan sinar laser pada setiap adegan ceritanya, selain itu juga yang
membedakan pertunjukan wayang ini adalah menggunakan sound sytem disertai sound
effect yang mendukung adegan pertunjukan wayang golek tersebut.
perkembangan
wayang golek pada dari abad 19 hingga abad ke 20 tidak lepas dari para Dalang yang terus mengembangkan seni
tradisional ini, salah satunya Ki H. Asep
Sunandar Sunarya yang telah
memberikan inovasi terhadap wayang golek agar bisa mengikuti perkembangan
zaman, salah satu kreativitasnya yaitu si Cepot dimana
di tangan dia kini wayang golek tidak hanya seni yang dikatakan kuno. tapi seni
tradisional yang harus dikembangkan di era modern sekaang ini.Posted on 02.14 by Unknown
Potehi berasal dari kata pou (kain), te (kantong) dan hi (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.
Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung bersedih, tapi orang kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih baik menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel seperti panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar juga oleh kaisar, yang akhirnya memberi pengampunan.
Menurut sejarah, diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song (960-1279).Wayang Potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16 sampai 19. Data yang sahih berupa catatan awal tentang wayang Potehi di Indonesia, berasal dari seorang Inggris bernama Edmund Scott. Dia pergi ke Banten 2 kali, antara 1602 dan 1625. Ia menyebutkan, pertunjukan sejenis opera, yang diselenggarakan bila jung-jung akan berangkat ke atau bila kembali ke Tiongkok. Ia mengamati dengan teliti, bahwa pertunjukan ini berhubungan dengan penyembahan dan bahwa biarawan-biarawan mempersembahkan kurban, dan bersujud di tanah sebelum persiapan.Scott menuliskan bahwa "mereka sangat menyukai sandiwara dan nyanyian, tapi suara mereka adalah yang paling jelek yang akan didengar orang. Sandiwara atau selingan itu mereka selenggarakan sebagai kebaktian kepada dewa-dewa mereka: pada permulaannya, mereka lazim membakar kurban, para pendetanya berkali-kali berlutut, satu demi satu. Sandiwara ini biasa diadakan, apabila mereka melihat jung atau kapal berangkat dari Banten ke Tiongkok. Sandiwara ini kadang-kadang mulai pada tengah hari dan baru berakhir keesokan paginya, biasanya di jalan terbuka, di panggung yang didirikan untuk maksud itu."
Koleksi Wayang Potehi Lantai 3 |
Penjelajah-penjelajah 1-2 abad kemudian menggambarkan bahwa teater ini yang asli dari Tiongkok, sudah mapan di masyarakat-masyarakat perantau di kota utama pada masa itu. Sayangnya, hanya sedikit keterangan bahasa yang dipakai dalam pertunjukan itu. Juga tidak terdapat teater boneka sarung dari Fujian Selatan, yang dikenal dengan nama po-te-hi, yang kini masih ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah.Pada abad ke-18, seorang Jerman yang bernama Ernst Christoph Barchewitz (yang tinggal selama 11 tahun di Jawa) menunjukkan bahwa ketika ia melihatnya di Batavia pertunjukan-pertunjukan ini diselenggarakan dalam bahasa Tionghoa.
Bukan sekadar seni pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnik Tionghoa memiliki fungsi sosial serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.
Beberapa lakon yang sering dibawakan dalam Wayang Potehi adalah Si Jin Kui (Ceng Tang dan Ceng Se ), Hong Kiam Chun Chiu , Cu Hun Cau Kok , Lo Thong Sau Pak dan Pnui Si Giok . Setiap wayang bisa dimainkan untuk pelbagai karakter, kecuali Koan Kong , Utti Kiong , dan Thia Kau Kim , yang warna mukanya tidak bisa berubah
Dulunya Wayang Potehi hanya memainkan lakon-lakon yang berasal dari kisah klasik Tiongkok seperti legenda dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok, terutama jika dimainkan di kelenteng. Akan tetapi saat ini Wayang Potehi sudah mengambil cerita-cerita di luar kisah klasik seperti novel Se Yu (Pilgrimage to the West) dengan tokohnya Kera Sakti yang tersohor itu. Pada masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang potehi dimainkan dalam dialek Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga dimainkan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu para penduduk non-Tionghoa pun bisa menikmati cerita yang dimainkan.
Menariknya, ternyata lakon-lakon yang kerap dimainkan dalam wayang ini sudah diadaptasi menjadi tokoh-tokoh di dalam ketoprak. Seperti misalnya tokoh Si Jin Kui yang diadopsi menjadi tokoh Joko Sudiro. Atau jika Anda penggemar berat ketoprak, mestinya tidak asing dengan tokoh Prabu Lisan Puro yang ternyata diambil dari tokoh Li Si Bin, kaisar kedua Dinasti Tong (618-907).
Alat musik Wayang Potehi terdiri atas gembreng/lo , kecer/simbal cheh dan puah, suling/phin-a , (gitar/gueh-khim),rebab/hian-a , tambur/kou , terompet/ai-a, dan piak-kou. Alat terakhir ini berbentuk silinder sepanjang 5 sentimeter, mirip kentongan kecil penjual bakmi, yang jika salah pukul tidak akan mengeluarkan bunyi "trok"-"trok" seperti seharusnya.
Posted on 01.56 by Unknown
Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10
Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan
dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan
dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama
Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu
banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi
Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi.
Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa
saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia
mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian
yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Foto Jaranan Dan Bantengan Di Lantai 2 |
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo
Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo
Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4
prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti
sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari
tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan
bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu
dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu
Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu
rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta
jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi
Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya
dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh
jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang
berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan
bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo
Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah
sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia
marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan
sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah
Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang
nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker
oleh Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan
Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu
Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker
Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo
langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker,
Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan
itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang
dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini
menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi
Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah
masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog.
Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni
jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Jaranan pada zaman dahulu adalah selalu bersifat
sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain
untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang
berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada zaman kerajaan dahulu jaranan
seringkali ditampilkan di keraton.
Dalam praktek sehari-harinya para seniman jaranan
adalah orang-orang abangan yang masih taat kepada leluhur. Mereka masih
menggunakan danyangan atau punden sebagai tenpat yang dikeramatkan. Mereka
masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap roh-roh nenek moyangnya. Mereka
juga masih melaksanakan praktik-praktik slametan seperti halnya dilakukan oleh
orang-orang dahulu.
Pada kenyataanaya seniman jaranan yang ada di kediri
adalah para pekerja kasar semua. Mereka sebagian besar adalah tukang becak dan
tukang kayu. Ada sebagian dari mereka yang bekerja sebagai sebagai penjual
makanan ringan disepanjang jalan Bandar yang membujur dari utara ke selatan.
Posted on 00.30 by Unknown
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Wayang Golek adalah suatu seni tradisional sunda pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sanga...
-
Reog Ponorogo Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai ko...
-
Bao dilahirkan dalam keluarga sarjana di Luzhou (sekarang Hefei, provinsi Anhui). Kehidupan awalnya banyak memengaruhi kep...
-
Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi m...
-
Wayang Potehi Pertunjukan Wayang Potehi. Panggung wayang Potehi. Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas ...
-
Wayang Kulit Cirebon adalah salah satu ragam wayang kulit yang ada di wilayah Nusantara, termasuk di dalamnya negara-negara...
-
Seni Tradisi Bantengan Seni Tradisional Bantengan adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendr...
-
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang...
Sanggar Gubug Wayang. Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Wayang Golek adalah suatu seni tradisional sunda pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sanga...
-
Reog Ponorogo Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai ko...
-
Bao dilahirkan dalam keluarga sarjana di Luzhou (sekarang Hefei, provinsi Anhui). Kehidupan awalnya banyak memengaruhi kep...
-
Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi m...
-
Wayang Potehi Pertunjukan Wayang Potehi. Panggung wayang Potehi. Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas ...
-
Wayang Kulit Cirebon adalah salah satu ragam wayang kulit yang ada di wilayah Nusantara, termasuk di dalamnya negara-negara...
-
Seni Tradisi Bantengan Seni Tradisional Bantengan adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendr...
-
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang...